Albert Aries, S.H., M.H |
Kami adalah sebuah developer, berbentuk PT, penerima kuasa menjual dan mengurus tunggal dari status jual beli dari sebuah developer pemilik tanah yang berbentuk PT juga yang dibuat tahun 2006. Sebelumnya tidak ada masalah dengan proses AJB dan balik nama atas transaksi-transaksi yang kami lakukan, tetapi kami dalam beberapa bulan terakhir mengalami kesulitan melakukan jual-beli, karena ada kabar bahwa BPN menolak surat KUASA yang kami pegang. Padahal dalam klausul Akta Kuasa tersebut disebutkan bahwa "kuasa tidak dapat berakhir dan dicabut karena alasan apapun". Sebagai informasi tambahan, status tanah yang kami jual-belikan sudah kami bayar lunas kepada developer pemberi kuasa. Pertanyaan kami adalah: Apakah benar KUASA tersebut sudah tidak dapat berlaku kembali? Terima kasih.
Intisari :
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pertama-tama perlu kami sampaikan bahwa pengertian dari pemberian kuasa (lastgeving) menurut Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”),
terjemahan R. Subekti dan R Tjitrosudibio adalah suatu persetujuan
dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang
menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
Lebih lanjut, Pasal 1793 KUH Perdata memang memberikan “pilihan”, yaitu apakah pemberian kuasa (lastgeving)
tersebut dilakukan dengan suatu akta umum, bawah tangan, dan bahkan
secara lisan. Namun saat ini sudah menjadi suatu kebiasaan umum bahwa
surat kuasa dibuat secara tertulis, baik dengan akta otentik (di hadapan
notaris) maupun bawah tangan, yang cakupan pemberian kuasanya dapat
berlaku secara umum atau khusus untuk suatu kepentingan saja (Vide: Pasal 1795 KUH Perdata).
Menjawab
pertanyaan Anda yang menanyakan apakah “Kuasa Menjual Dan Mengurus
Tanah” yang perusahaan Anda terima dari developer pemilik tanah pada
tahun 2006, dengan klausula “kuasa tidak dapat berakhir dan dicabut karena alasan apapun" masih berlaku dan dapat diterima oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), maka menurut hemat kami dibutuhkan penjelasan dan pendapat hukum yang komprehensif (legal opinion)
dan tidak sepenuhnya dapat dituangkan dalam pembahasan artikel ini.
Namun demikian, kami akan mencoba untuk memberikan gambaran umum dari
permasalahan yang perusahaan Anda hadapi.
Perlu Anda ketahui bahwa Pasal 1813 KUH Perdata telah memberikan alasan-alasan yang khusus yang dapat menyebabkan berakhirnya pemberian kuasa (lastgeving),
antara lain, dengan ditariknya kuasa oleh si Pemberi Kuasa, dengan
pemberitahuan penghentian kuasa, dengan meninggalnya, pengampuannya atau
pailitnya si pemberi kuasa maupun si penerima kuasa. Oleh karena
pemberian kuasa (lastgeving) yang Anda tanyakan adalah antar
suatu Perseroan Terbatas, maka selama Perseroan Terbatas yang memberikan
dan menerima kuasa tersebut masih berdiri, dan juga tidak adanya
alasan-alasan berakhirnya pemberian kuasa (lastgeving) sebagaimana dimaksud ketentuan di atas, maka dapat dikatakan bahwa suatu surat kuasa tersebut masih berlaku secara hukum.
Namun demikan, oleh karena mengenai hal pemberian kuasa (lastgeving) diatur dalam buku III tentang Perikatan, maka suatu pemberian kuasa (lastgeving)
yang merupakan suatu persetujuan (perjanjian) juga tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum (Vide:
Pasal 1337 KUH Perdata), dengan ancaman surat kuasa tersebut “batal demi hukum”. Yang kami maksud di sini adalah pemberian kuasa (lastgeving) dalam konteks jual-beli tanah tidak boleh bertentangan dengan Pasal 39 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berbunyi:
Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT) menolak pembuatan akta jika salah satu pihak
bertindak atas dasar surat kuasa mutlak yang berisikan perbuatan hukum
pemindahan hak.”
Dalam
hal ini kami berasumsi bahwa BPN menolak untuk memproses akta jual beli
tersebut karena mungkin BPN menimbang bahwa Surat Kuasa yang Anda
terima dari developer pemilik tanah mengandung klausula "kuasa tidak dapat berakhir dan dicabut karena alasan apapun"
untuk melakukan pemindahan hak atas tanah atau apabila ada klausula
lain yang dapat dikualifikasikan sebagai “Kuasa Mutlak” yang
bertentangan dengan undang-undang.
Untuk
itu sebagai referensi untuk Anda, kami akan menyajikan Yurisprudensi
Tetap Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) yang cukup relevan dengan
pertanyaan Anda yaitu Putusan MARI No;3176 K/Pdt/1988 dan Putusan MARI No. 199 K/TUN/2000 tertanggal 17 Oktober 2002 dengan ketua majelis (almarhum) Prof. Dr Paulus E Lotulung, dengan kaidah hukum sebagai berikut:
1. Istilah
hukum “Akta Pemindahan Kuasa” isinya, penerima kuasa memiliki kuasa
atas tanah-tanah yang disebutkan dalam kuasa tersebut;
2. “Akta
Kuasa” atau “Akta Pemindahan Kuasa” yang isinya demikian ini adalah
sama dengan “Akta Kuasa Mutlak” tentang perolehan hak atas tanah dari
pemilik tanah kepada pihak lain. Menurut Instruksi Mendagri No. 14 Tahun
1982 Jo. No. 12 Tahun 1984, hal tersebut adalah dilarang, karena
dinilai sebagai suatu penyeludupan hukum dalam “perolehan hak atas
tanah”. Disamping itu juga merupakan pelanggaran/penyimpangan Pasal 1813
B.W.
Mengenai
informasi tambahan yang Anda tanyakan yaitu tentang status tanah yang
dijual-belikan sudah dibayar lunas ke developer pemberi kuasa, maka kami
berpendapat bahwa perusahaan Anda dapat menuntut agar atas objek tanah
yang telah dibayar lunas tersebut dapat dilakukan proses jual beli dan
balik nama, karena menurut hemat kami penyerahan (levering) dari
tanah sebagai benda tidak bergerak adalah tidak serta-merta berpindah
sempurna pada saat dilakukannya Jual Beli apalagi hanya dengan Surat
Kuasa, melainkan juga harus dilakukan proses lebih lanjut, yaitu balik
nama di Badan Pertanahan Nasional dengan segala aspek hukum yang
terkait, misalnya pajak-pajak dan biaya administrasi yang harus
dibayarkan oleh para pihak.
Demikian penjelasan dari kami. Semoga berguna dan dapat memberikan pencerahan untuk Anda.
Dasar Hukum:
sumber dari: HUKUM ONLINE.COM
0 komentar:
Posting Komentar