Jumat, 06 Pebruari 2015
Pertanyaan:
Apakah Direksi dapat membuat suatu kebijakan berupa peraturan untuk
internal perusahaan dimana kebijakan tersebut bertentangan dengan yang
dipersyaratkan dalam Akta Pendirian Perusahaan? Jika dalam hal urgensi,
kebijakan tersebut harus dilakukan Direksi, maka payung hukum seperti
apa yang wajib diupayakan untuk melindungi kebijakan tersebut? Contoh,
dalam akta pendirian ditentukan Direksi dalam melakukan kerja sama dalam
bentuk apapun dengan pihak mitra harus mendapat persetujuan Komisaris
jika kerjasama dilakukan untuk jangka waktu di atas 2-5 tahun, dan
dipersyaratkan mendapat persetujuan RUPS jika kerja sama dilakukan untuk
jangka waktu di atas 5 tahun, sementara Direksi menghendaki kerja sama
tersebut untuk jangka waktu 15 tahun. Sekian dan terima kasih.
krismawela
Jawaban:
Intisari:
Menjawab
pertanyaan Anda, yang menanyakan apakah Direksi dapat membuat suatu
kebijakan berupa peraturan untuk internal perusahaan dimana kebijakan
tersebut bertentangan dengan yang dipersyaratkan dalam Akta Pendirian
Perusahaan, maka berdasarkan prinsip-prinsip hukum perseroan terbatas
dan praktik yang ada, dapat disimpulkan bahwa batasan-batasan yang
telah digariskan dalam UU Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar
sekali-kali tidak boleh dan jangan sampai membelenggu tugas dan
wewenang Direksi dalam pengurusan perseroan, yang telah dilakukan
dengan prinsip itikad baik (good faith), kehatian-hatian (prudential) untuk memajukan usaha perseroan.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Sebelumnya,
perlu saya sampaikan bahwa Direksi adalah organ perseroan yang
menjalankan tugas pengurusan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan. Tugas pengurusan perseroan tersebut dilakukan oleh Direksi
dengan mengambil kebijakan-kebijakan yang dianggap tepat dan beriktikad
baik (business judgement rule), dengan tetap berpadanan pada batas-batas yang ditentukan oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (“UU Perseroan Terbatas”) dan/atau Anggaran Dasar Perseroan (Vide: Pasal 92 ayat [1] dan ayat [2] UU Perseroan Terbatas).
Sebagai suatu badan hukum yang seringkali disebut sebagai artificial person,
suatu Perseroan Terbatas tidak dapat dilepaskan dari arahan dan
kehendak dari organ perseroan, yang terdiri, Rapat Umum Pemegang Saham
(“RUPS”), Direksi dan Dewan Komisaris. Secara sederhana, dapat
diibaratkan bahwa peran eksekutif dari Direksi adalah seperti seorang
presiden yang memimpin suatu Negara, yang wewenangnya diawasi secara
yudikatif oleh Dewan Komisaris, yang pada akhirnya akan
dipertanggungjawabkan pada RUPS sebagai “perwakilan rakyat” atau
DPR-nya.
Sebagaimana yang sudah saya singgung di awal, tugas dan wewenang yang diemban oleh Direksi yang merupakan “tugas kepercayaan” (fiduciary duty),
ternyata tetap dibatasi oleh UU Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar
dari Perseroan Terbatas tersebut. Hal ini senada dengan pendapat dari Paul L. Davies, yang dikutip oleh Gunawan Widjaja dalam bukunya Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT, terbitan Forum Sahabat (2008), halaman 43-44, bahwa dalam menjalankan pengurusan perseroan, Direksi harus senantiasa:
1. Bertindak dengan itikad baik;
2. Senantiasa memperhatikan kepentingan perseroan dan bukan kepentingan dari pemegang saham semata-mata;
3. Kepengurusan
Perseroan harus dilakukan dengan baik, sesuai dengan tugas dan
kewenangan yang diberikan kepadanya, dengan tingkat kecermatan yang
wajar;
4. Tidak
diperkenankan untuk berada dalam suatu keadaan yang dapat mengakibatkan
kepentingan dan atau kewajibannya terhadap perseroan berbenturan dengan
kepentingan perseroan, kecuali dengan pengetahuan dan persetujuan
perseroan.
Menjawab
pertanyaan Anda, yang menanyakan apakah Direksi dapat membuat suatu
kebijakan berupa peraturan untuk internal perusahaan dimana kebijakan
tersebut bertentangan dengan yang dipersyaratkan dalam Akta Pendirian
Perusahaan, maka berdasarkan prinsip-prinsip hukum perseroan terbatas
dan praktik yang ada, dapat disimpulkan bahwa batasan-batasan yang telah
digariskan dalam UU Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar sekali-kali
tidak boleh dan jangan sampai membelenggu tugas dan wewenang Direksi
dalam pengurusan perseroan, yang telah dilakukan dengan prinsip itikad
baik (good faith), kehatian-hatian (prudential) untuk memajukan usaha perseroan.
Selanjutnya,
berkaitan dengan pertanyaan pokok Anda, bagaimana jika dalam keadaaan
mendesak, Direksi harus mengambil kebijakan secara mandiri untuk
perseroan tanpa melalui persetujuan dari Dewan Komisaris dan RUPS, yang
bahkan dapat bertentangan dengan anggaran dasar perseroan? Nampaknya,
pembuat UU Perseroan Terbatas telah memikirkan kemungkinan-kemungkinan
yang dapat terjadi. Dalam Pasal 97 ayat 3 - ayat 5 UU Perseroan Terbatas
dinyatakan bahwa Direksi yang melakukan kesalahan atau kelalaian
sehingga mengakibatkan perseroan merugi harus bertanggungjawab penuh
secara pribadi dan tanggung renteng, kecuali Direksi tersebut dapat
membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan karena kesalahan/kelalaiannya,
menjalankan pengurusan perseroan dengan itikad baik dan kehati-hatian,
tidak mempunyai benturan kepentingan (conflict of interest) dan telah mengambil tindakan untuk mencegah kerugian berlanjut.
Sebagai informasi untuk Anda, konsep kemandirian dari Direksi tersebut bersumber dari Negara Amerika (Common Law), yang dikenal dengan istilah Business Judgement Rule, hal
mana konsep ini dimaksudkan agar pengambilan keputusan usaha oleh
Direksi yang telah beritikad baik dengan penuh kehati-hatian,
semata-mata untuk menguntungkan perseroan jangan sampai dipertanyakan
oleh pengadilan atau pihak-pihak yang berkepentingan sehingga menghambat
kemandirian dari Direksi.
Lalu
yang menjadi pertanyaan penting untuk direnungkan bersama, apakah
tindakan Direksi yang dilakukan tanpa persetujuan Dewan Komisaris dan
RUPS tersebut tetap sah dan mengikat perseroan dan pihak ketiga? Dalam
hal ini, Pasal 102 ayat 4 UU Perseroan Terbatas telah memberikan
suatu kepastian yaitu bahwa suatu perbuatan hukum yang dilakukan Direksi
untuk dan atas nama perseroan (dengan itikad baik dan kehati-hatian
serta tanpa benturan kepentingan), yang dilaksanakan tanpa persetujuan
RUPS (dan Dewan Komisaris), adalah tetap mengikat perseroan tersebut,
sepanjang pihak ketiga dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.
Demikian penjelasan saya. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan untuk Anda.
Dasar Hukum:
Referensi:
Gunawan Widjaja.2008. Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT. Forum Sahabat.
sumber dari: Albert Aries & Partners Law Firm
0 komentar:
Posting Komentar