B. Intrusive Advertising
Dalam pembahasan ini, yang dimaksud dengan iklan (advertising)
secara sederhana ialah bentuk komunikasi persuasif yang dimaksudkan
untuk mendorong konsumen untuk membeli suatu produk. Kapankah satu iklan
(advertising) disebut mengganggu (intrusive)? Pertanyaan ini dapat membawa diskusi yang panjang. Misalnya, apa kriteria iklan yang bersifat intrusive? Intrusive menurut siapa?
Pasal 27 UU ITE:
(1) Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan.
(2) Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
a. promosi
yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau
kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama
lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain;
b. promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;
c. promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
d. hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama; dan/atau
e. eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.
Terhadap
penayangan konten yang melanggar undang-undang telah ada ketentuan yang
dapat diterapkan untuk memberikan sanksi baik pidana, perdata, maupun
administratif terhadap pelaku.
Akan tetapi, ruang lingkup intrusive advertising dapat lebih luas dan kompleks daripada penayangan konten yang melanggar undang-undang. Intrusive advertising
dapat berupa penayangan iklan yang dilihat dari sisi konten mungkin
tidak bertentangan dengan undang-undang tetapi menggangu karena, antara
lain, melanggar privasi konsumen. Iklan yang dimaksud dapat berupa spam yang dikirimkan melalui email atau SMS. Salah satu bentuk iklan yang akhir-akhir ini diklaim banyak pihak sebagai intrusive advertising ialah mengenai iklan yang ditayangkan dalam jaringan penyelenggara telekomunikasi sebelum pengguna dapat mengakses website yang dituju.
Intrusive advertising memiliki sifat subjektif yang dipengaruhi oleh banyak faktor khususnya kepentingan.
1. Penyelenggara Sistem Elektronik seperti pemilik website
atau penyelenggara telekomunikasi memiliki kepentingan untuk
memaksimalkan layanan mereka seekonomis mungkin. Tingginya trafik
terhadap website mereka dapat dijadikan peluang usaha yang signifikan.
2. Para
pelaku usaha yang akan menawarkan produk mereka juga memiliki
kepentingan yaitu agar mereka juga diberikan kesempatan yang sama dengan
pelaku usaha lainnya dalam menawarkan produknya melalui website atau jaringan telekomunikasi tersebut.
3. Masyarakat
memiliki kepentingan bahwa privasi dan kenyamanan mereka tetap dijaga
dan dilindungi dalam menggunakan layanan baik layanan berbayar maupun
layanan gratis.
Oleh
karena itu untuk dapat memberikan perlindungan yang efektif baik kepada
konsumen dan menjaga industri tetap menarik, adalah salah satu langkah
yang tepat bagi para asosiasi untuk membuat regulasi internal atau
kesepakatan bersama mengenai pengiklanan suatu produk agar tidak
menggangu para pengguna dan memberikan kesempatan usaha secara fair.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam membuat regulasi internal
atau kesepakatan yang dimaksud misalnya, adanya persetujuan dari
pengguna, waktu penayangan iklan, kesamaan kesempatan antar para pemilik
produk yang akan diiklankan:
1. adanya waktu yang disepakati untuk mengiklankan suatu produk. Waktu ini tidak boleh terlalu lama sehingga mengganggu kenyamanan pengguna;
2. adanya
persetujuan yang diperoleh dari pengguna. Penyelenggara Sistem
Elektronik (“PSE”) memiliki kepentingan untuk menjaga layanannya tetap
dikunjungi oleh pengguna baik yang lama maupun yang baru. Para pengguna
internet sangat menghargai penyelenggara website yang melindungi
privasi dan kenyamanan mereka. Oleh karena itu, adanya permintaan
persetujuan dari para pengguna merupakan salah satu bentuk peran serta
PSE dalam menghargai privasi dan kenyamanan para penggunanya.
3. adanya
kesempatan yang sama berdasarkan standar perhitungan biaya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum dan bisnis. Dalam banyak kasus, PSE
(website dan penyelenggara telekomunikasi) memiliki power untuk
menentukan iklan dan harga karena mereka yang memiliki sumber daya.
Model bisnis, teknologi, konten, serta pengelolaan terhadap suatu Sistem
Elektronik seperti website membuat website yang satu lebih superior dari website lainnya. Hal ini membuat website A lebih banyak dikunjungi oleh pengguna daripada website B. PSE memiliki kepentingan untuk menjaga agar layanannya tetap memberikan keuntungan melalui iklan-iklan di websitenya. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka kesempatan yang sama kepada para pelaku usaha.
Salah
satu bentuk konkrit dari pengejawantahan perlindungan kepentingan dari
industri periklanan ialah dengan dibentuknya Etika Pariwara Indonesia
(Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia) yang dikeluarkan oleh
Dewan Periklanan Indonesia. Setidaknya telah ada 10 (sepuluh) asosiasi
atau lembaga yang berkecimpung dalam industri periklanan yang telah
meratifikasi dan menyepakati diberlakukannya Etika Pariwara Indonesia
(“EPI”).
Dua
hal penting yang perlu digarisbawahi dalam penyusunan EPI ini ialah
bahwa etika periklanan merupakan bagian dari swakramawi (self-regulation)
sehingga pengaturan dan penegakan dari EPI dilakukan oleh dan untuk
para pelaku. Selain itu, Etika periklanan memiliki tempat penting dalam
struktur nilai moral yang saling dukung dengan ketentuan
perundang-undangan sebagai struktur nilai hukum.
Dalam Butir 4.5.1 EPI
diatur mengenai etika iklan pada media internet yaitu bahwa iklan tidak
boleh ditampilkan sedemikian rupa sehingga mengganggu kebisaan atau
keleluasaan khalayak untuk merambah (to browse) dan berinteraksi
dengan situs terkait, kecuali telah diberi peringatan sebelumnya. Konsep
ini dapat dijadikan acuan dalam pengiklanan produk melalui jaringan
telekomunikasi.
Sejalan
dengan hal tersebut, Pemerintah juga memiliki peran dalam menjaga dan
mengembangkan industri untuk tetap terselenggara dengan sehat serta
memberikan perlindungan terhadap konsumen. Salah satu caranya ialah
melalui pemblokiran atau filtering sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014 tentang Pemblokiran Situs Bermuatan Negatif. Untuk selengkapnya dapat dilihat dalam jawaban dari pertanyaan mengenai Legalitas Penjualan Minuman Keras Lewat Internet.
Semoga membantu.
Dasar Hukum:
4. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014 tentang Pemblokiran Situs Bermuatan Negatif.
Referensi:
1. Sitompul, Josua.2012. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw : Tinjauan Aspek Hukum Pidana. Jakarta : Tatanusa.