Senin, 08 Juni 2015

SOLIDARITAS UNTUK PENGUNGSI ROHINGYA

Foto : Indonesia Solidarity di Syney Bagian Barat

Sydney (Australia), SUARA KAIDO, Pada tanggal 7 Juni 2015,Indonesian Solidarity, lembaga hak asasi manusia di Sydney bersama komunitas masyarakat Aceh menyelenggarakan acara BBQ di Wiley Park (Sydney bagian barat) sebagai bukti untuk memberikan solidaritas dukungan terhadap para pengungsi di Indonesia, khususnya Rohingya yang ada di Aceh. Disamping dihadiri oleh sekitar 30 masyarakat Aceh, hadir juga aktivis dari Refugee Action Coalition, Ian Rintoul. Mereka yang selama ini sangat keras mengkritiki kebijaksanaan pemerintah Australia yang melanggar hak asasi dalam memperlakukan terhadap para pengungsi.


Australia merupakan salah satu Negara yang telah menanda tangani Refugee Convention, akan tetapi banyak pelanggaran-pelanggaran yang tidak manusiawi yang dilakukan oleh pemerintah Australia, khususnya masa pemerintahan Perdana Mentri Tony Abbot dari Partai Liberal sekarang ini. Menurut Ian, beberapa masyarakat akan berkumpul untuk mengajukan program penyelesaian pengungsi yang lebih manusia yang nanti akan di ajukan dalam konggres partai Buruh. Ian menambahkan walaupun dia sendiri tidak setuju juga dengan kebijaksaan partai buruh, akan tetapi didalam pemerintahan partai buruh masih ada keterbukaan yang bisa dimiliki oleh para pengungsi.


Ian juga menambahkan jika pada bulan Oktober 2015 akan ada aksi besar-besaran di Sydney untuk menentang kebijaksaan pemerintahan Tony Abbot soal pengungsi. Dalam acara BBQ ini, Ian juga mengkritiki sikap Negara-negara yang tidak menerima para pengungsi perahu, khususnya sikap pemerintah Australia yang baru-baru ini mengusir perahu pengungsi yang diisi 65 orang pengungsi berkewarga negaraan Sri Langka, Myanmar dan Banglades, dimana salah satunya adalah seorang perempuan hamil. Perahu pengungsi tersebut telah memasuki perairan Australia dan didorong balik oleh pihak keamanan Australia untuk kembali lagi ke Indonesia.

Walaupun Indonesia bukan Negara yang menanda tangani Refugee Convention, dengan adanya perwakilan UNHCR untuk memproses para pencari suaka politik sehingga ditetapkan sebagai pengungsi, tentu dalam hal ini kami sangat mengapresiasi sikap pemerintah Indonesia. Akan tetapi kami memberikan tanggapan beberapa hal dibawah ini:


1. Para pengungsi Ronghiya dan pengungsi lainnya yang ada di Indonesia agar tidak diberi batas waktu, dimana pemerintah mentargetkan untuk menampung pengungsi Ronghiya tinggal di Aceh/ Indonesia selama 1 tahun, sampai adanya resettlement dari Negara lain yang menanda tangani Refugee Convention seperti Amerika Serikat, beberapa Negara Eropa, Australia dan New Zeland.


2. Para pengungsi Banglades yang bersamaan dalam satu perahu dengan pengungsi Rohingya telah dituduh oleh pemerintah sebagai economic migrant. Untuk itu kami meminta kepada pemerintah Indonesia agar seseorang bisa dikatakan sebagai pengungsi atau tidak, untuk menyerahkan prosesnya ke UNHCR di Jakarta untuk melakukan penilaian.


3. Walaupun para pengungsi di Indonesia mendapatkan tunjangan social, baik orang dewasa maupun anak-anak, dari International Organisation on Migration (IOM) yang jumlahnya agak minim, semestinya mereka diberikan hak untuk mencari nafkah (bekerja).


4. Berapa pengungsi di Indonesia ditaruh di detention centre, baik anak-anak, ibu-ibu maupun orang tua. Menurut laporan Amnesty Internasional bahwa dentention centre di Indonesia telah mengakibatkan penyiksaan (pelanggaran ham) maupun praktek-praktek korupsi. Untuk itu sudah saatnya pemerintah Indonesia tidak hanya mengevaluasi keberadaan detention centre tersebut, akan tetapi untuk dihapuskan.

Dari segala bentuk kekerasan yang terjadi atau dialami oleh Rohingya perluh mendapatkan perlindungan dari Negara. sebab yang dibutuhkan dalam hidup ini adalah kedamaian dalam kehidupan anatara sesama manusia. (Marthen Yeimo/ SK)

0 komentar:

Posting Komentar