Selasa, 16 Juni 2015

Surat Edaran KPU Berpotensi Diakali

ANTARA/ Muhammadia Adimaja
 JAKARTA: Suara Kaido, Fenomena mundurnya sejumlah kepala daerah menjelang pilkada serentak patut diduga sebagai upaya mengelabui hukum demi memuluskan langkah kerabat mereka yang hendak maju sebagai calon kepala daerah. Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta tegas menyikapi fenomena tersebut.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kepada Media Indonesia, kemarin. Menurut Titi, politik dinasti akan tumbuh subur bila KPU tidak tegas.


"Mestinya KPU tanggap dengan fenomena ini dan kembali kepada filosofi adanya pembatasan politik kekerabatan dengan melarang adanya konflik kepentingan dari petahana. Surat Edaran KPU Nomor 302/KPU/6/2015 bisa menjadi celah untuk mengelabui hukum," ucap Titi.



Surat edaran tersebut menjelaskan beberapa aturan PKPU Nomor 9 Tahun 2015, yakni seseorang bisa disebut petahana jika mendaftar sebagai pasangan calon pada masa pendaftaran 26 sampai 28 Juli 2015 dan yang bersangkutan masih menjabat kepala daerah.



Hingga kini, tercatat sudah ada tiga kepala daerah yang resmi mengundurkan diri. Bupati Ogan Ilir Mawardi Yahya, Wali Kota Pekalongan Basyir Ahmad, dan Wakil Wali Kota Sibolga Marudut Sitomorang. "Fenomena ini muncul juga karena ada surat edaran KPU itu," imbuh Titi.



Ia khawatir akan ada lagi petahana yang ikut mengundurkan diri karena memanfaatkan surat edaran KPU tersebut.



"Meskipun ada petahana yang mundur, seharusnya KPU tetap melihat orang itu sebagai pejabat yang masih menjabat satu periode. Kalau keluarga atau kerabat mereka mau mencalonkan, seharusnya satu periode setelah jabatan dia, yaitu pada 2020," imbuhnya.



Titi menjelaskan bagaimanapun, para petahana tersebut masih mempunyai pengaruh meskipun sudah tidak menjabat. Terlebih bila motif mereka mundur hanya demi menyiasati aturan. "Presiden dan Mendagri harus bantu KPU dan kontrol SK pengunduran diri kepala daerah," cetusnya.



Syarat diperketat 

Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay tidak menepis soal motif pengunduran diri petahana. Namun, ia menegaskan mundurnya petahana tidak cukup dengan surat pengunduran diri karena juga harus mengantongi SK pemberhentian dari pemerintah pusat.



"Pendaftaran tidak bisa kalau hanya dengan surat pengunduran diri. Kita akan cek saat pendaftaran. Kalau ternyata ditemukan, itu masuk konflik kepentingan dan tidak akan diloloskan," imbuh Hadar saat berbincang-bincang dengan MediaIndonesia.



Direktur Fasilitasi Kepala Daerah, DPRD, dan Hubungan Antarlembaga (FKDH) Kemendagri Ansel Tan menegaskan fenomena tersebut sudah diantisipasi pemerintah.



"KPU sudah surati kita supaya Mendagri menetapkan pemberhentian setelah penetapan pasangan calon sehingga tidak tricky ke anak-anaknya," ujar Ansel di Jakarta, kemarin. (MI/Marthen Yeimo/ SK)



0 komentar:

Posting Komentar