ANTARA/ Muhammadia Adimaja |
JAKARTA: Suara Kaido, Fenomena mundurnya sejumlah kepala daerah menjelang pilkada
serentak patut diduga sebagai upaya mengelabui hukum demi memuluskan langkah
kerabat mereka yang hendak maju sebagai calon kepala daerah. Komisi Pemilihan
Umum (KPU) diminta tegas menyikapi fenomena tersebut.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kepada Media Indonesia, kemarin. Menurut Titi, politik dinasti akan tumbuh subur
bila KPU tidak tegas.
"Mestinya KPU tanggap dengan fenomena ini dan
kembali kepada filosofi adanya pembatasan politik kekerabatan dengan melarang
adanya konflik kepentingan dari petahana. Surat Edaran KPU Nomor 302/KPU/6/2015
bisa menjadi celah untuk mengelabui hukum," ucap Titi.
Surat edaran tersebut menjelaskan beberapa aturan
PKPU Nomor 9 Tahun 2015, yakni seseorang bisa disebut petahana jika mendaftar
sebagai pasangan calon pada masa pendaftaran 26 sampai 28 Juli 2015 dan yang
bersangkutan masih menjabat kepala daerah.
Hingga kini, tercatat sudah ada tiga kepala daerah
yang resmi mengundurkan diri. Bupati Ogan Ilir Mawardi Yahya, Wali Kota
Pekalongan Basyir Ahmad, dan Wakil Wali Kota Sibolga Marudut Sitomorang.
"Fenomena ini muncul juga karena ada surat edaran KPU itu," imbuh
Titi.
Ia khawatir akan ada lagi petahana yang ikut
mengundurkan diri karena memanfaatkan surat edaran KPU tersebut.
"Meskipun ada petahana yang mundur,
seharusnya KPU tetap melihat orang itu sebagai pejabat yang masih menjabat satu
periode. Kalau keluarga atau kerabat mereka mau mencalonkan, seharusnya satu
periode setelah jabatan dia, yaitu pada 2020," imbuhnya.
Titi menjelaskan bagaimanapun, para petahana
tersebut masih mempunyai pengaruh meskipun sudah tidak menjabat. Terlebih bila
motif mereka mundur hanya demi menyiasati aturan. "Presiden dan Mendagri
harus bantu KPU dan kontrol SK pengunduran diri kepala daerah," cetusnya.
Syarat diperketat
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay tidak menepis
soal motif pengunduran diri petahana. Namun, ia menegaskan mundurnya petahana
tidak cukup dengan surat pengunduran diri karena juga harus mengantongi SK
pemberhentian dari pemerintah pusat.
"Pendaftaran tidak bisa kalau hanya dengan
surat pengunduran diri. Kita akan cek saat pendaftaran. Kalau ternyata
ditemukan, itu masuk konflik kepentingan dan tidak akan diloloskan," imbuh
Hadar saat berbincang-bincang dengan MediaIndonesia.
Direktur Fasilitasi Kepala Daerah, DPRD, dan
Hubungan Antarlembaga (FKDH) Kemendagri Ansel Tan menegaskan fenomena tersebut
sudah diantisipasi pemerintah.
"KPU sudah surati kita supaya Mendagri
menetapkan pemberhentian setelah penetapan pasangan calon sehingga tidak tricky
ke anak-anaknya," ujar Ansel di Jakarta, kemarin. (MI/Marthen Yeimo/ SK)
0 komentar:
Posting Komentar