Jumat, 15 Mei 2015

PAPUA ZONA DARURAT



PAPUA ZONA DARURAT, kalimat yang pantas untuk mencerminkan situasi Tanah Air West Papua hari ini, pembungkaman, penangkapan, dan pembunuhan merajalela. Berbagai kekerasan terjadi sejak 19 Desember 1961 setelah pengumandangan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang secara sepihak, Ir. Soekarno mengklaim wilayah Papua Barat di Alun-Alun Utara Kota Yogyakarta.
Invasi militerbesar-besaran ke seluruh wilayah Papua Barat terus dilakukan dengan penambahan MAKODAM dan MAKO Brimob yang kemudian membantai Rakyat Papua demi menguasai territorial West Papua.Rakyat Papua hingga hari ini masih berada dalam pembungkaman besar-besaran ruang-ruang public, termasuk ruang demokrasi dan akses jurnalis asing ke Papua Barat di saat Orang Asli Papua menjadi minoritas
.
Tanggal 1 Mei 2015 Rakyat Papua Barat dalam rangka mengutuk hari pencaplokan atau penyerahan kekuasaan sepihak dari UNTEA ke dalam Indonesia, aksi penangkapan dan pembungkaman ruang demokrasi dilakukan, bahkan penutupan akses jurnalis asing pun diterapkan demi membungkam Suara Rakyat Papua.

Di Merauke, 16 orang aktivis termasuk ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Merauke dan Parlemen Rakyat Daerah (PRD) Merauke malam pukul 01.00 WP. Di Manokwari, 12 Orang aktivis di tahan saat membagikan selebaran aksi tanggal 1 Mei 2015.  Di Kaimana 2 orang aktivis Kaimana ditahan karena hendak melakukan aksi mimbar bebas dalam rangka mengutuk pencaplokan Indonesia atas wilayah Papua Barat. Di Jayapura 30 Orang aktivis termasuk Jubir Nasional KNPB ditangkap saat menggelar demonstrasi damai. Jumlah penangkapan pada 1 Mei 2015, sekitar 269 orang ditangkap kepolisian Indonesia, hanya karena menyatakan menolak pencaplokan Indonesia atas tanah air dan manusia Papua.

Melihat situasi yang semakin menjerumuskan Papua barat ke dalam bahaya Pemusnahan, pada tanggal 1-4 Desember 2014 3 faksi besar yang berjuang demi pembebasan Nasional Papua Barat, yaitu; KNPB yang diwakili PNWP, Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB), dan West Papua Nation Coalition for Liberalition (WPNCL) telah menyatu dan membentuk satu wadah bersama yaitu; United Liberalition Movement for West Papua(ULMWP) dan telah mengajukan permohonan keanggotaan West Papua ke Melanesia Spearhead Group (MSG) dan rencana keputusannya akan dilaksanakan pada pertengahan Mei bulan ini.

Melihat peta politik yang sedang memanas, maka sebagai mahasiswa kita perlu melihat kembali situasi dan mengikuti perkembangan yang sedang berjalan.


Berikut Pernyataan Sikap ULMWP;
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
UNITED LIBERATION MOVIMENT FOR WEST PAPUA (ULMWP)
               Alamat: Jl. Mambruk, Waena Port Numbay Papua Barat

Hak Asasi Manusia dan Demokrasi di Papua Barat berada di titik Nol. Bagaimana tidak, Negara kolonial Indonesia melalui aparatnya mencabut hak asasi masyarakat sipil untukberkumpul,berorganisasi dan menyampaikan pendapat, suara-suara kritis dipangkas habis semau penguasa kolonial, media independen dibrokir dan dibredel habis.

Pembungkaman ruang demokrasi telah diciptakan dan dipelihara oleh Negara Kolonial Indonesia di Wilayah teritorial Papua Barat dengan satu tujuan tunggal yakni membersihkan Nasionanalisme Bangsa Papua Barat dan memaksa rakyat untuk menerima Nasionalisme penguasa Kolonial dengan Slogan"NKRI’’HARGAMATI".

Pemangkasan hak kebebasan berekspresi dan pemaksaan Nasionalisme Indonesia yang selalu dipraktekan itu, kembali dipraktekan lagi dengan cara penangkapan sewenang-wenang terhadap ratusan demonstran dan pembubaran paksa aksi damai rakyat Papua di seluruh Tanah Air Papua Barat dan di luar Tanah air Papua Barat, kemarin tanggal 1 Mei 2015 saat rakyat sipil Papua Barat menggelar aksi damai menentang 52 Tahun penjajahan Negara Kolonial Indonesia di Bumi Papua Barat.

Tindakan brutal, penangkapan sewenang-wenang dan pembubaran aksi secara paksa serta pemaksaan menerima Ideologi Negara kolonial merupakan tindakan yang tidak bermartabat, tidak manusiawi dan merupakan pelanggaran hak asasi manusia karena itu kami menyatakan dan menyerukan bahwa:\


SATU: Mengutuk tindakan brutal dan tidak berperikemanusiaan Aparat Negara Kolonial Indonesia terhadap aktivis Mahasiswa dan Pro Pembebasan Papua Barat pada saat aksi menentang aneksasi bangsaPapuadalamNKRI1Mei2015.

DUA: Hentikan upaya pemaksaan Nasionalisme kolonial Indonesia dengan slogan NKRI Harga Mati kepada rakyat Papua Barat karena kami mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri yang didukung dan dijamin dalam pembukaan UUD 1945, Deklarasi Umum HAM PBB, Konvenan Internasional tentang hak-hak sipil, politik, ekonomi dan budaya, deklarasi PBB tentang hak-hak masyarakat Adat.

TIGA: Membebaskan semua tahanan aktivis pembebasan Papua Barat yang berada di tahanan dan penjara kolonial Indonesia di atas tanah Air Papua Barat dan di Wilayah Indonesia.

EMPAT: Kepada seluruh Pembela HAM, aktivis Organisasi HAM dan Pro Demokrasi yang berada di Tanah air Papua BARAT, Indonesia dan Internasional untuk melakukan advokasi kemusiaan secara cepat, tepat dan kontinyu karena Tanah Papua Barat sudah menjadi darurat sipil menuju darurat militer
LIMA: Kepada seluruh rakyat Bangsa Papua Barat untuk tetap bersatu, bersemangat dan berjuang bersama demi pembebasan Nasional Papua Barat.

Demikian pernyataan dan seruan kami, atas perhatian dan kerja samanya, kami mengucapkan terimakasih.

Numbay, 2 Mei 2015

Tertanda:


Parliament National West Papua (PNWP)


Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB)

West Papua National Coalition For Liberation (WPNCL)


                                                 POSKO PAPUA ZONA DARURAT

Melihat perkembangan situasi politik dan social Rakyat Papua yang semakin memanas dan berkembang di Tanah Air maupun di se-Jawa dan Bali maupun di tingkat Internasional, maka sangat diperlukan posko PAPUA ZONA DARURAT sebagai salah satu tempat untuk merangkul dan sumber informasi utama bagi Orang Asli Papua di tanah rantauan dari setiap wilayah Komite Kota Aliansi Mahasiswa Papua.

Posko didirikan dengan tujuan merangkul dan menyukseskan agenda aplikasi West Papua ke Melanesia Spearhead Group (MSG) serta menjadi sentral informasi terkait perkembangan di tingkatan Internasional, Nasional West Papua, dan Wilayah Kolonial Indonesia.

Pada tanggal 15 Februari 2015, Rakyat Papua melalui United Liberalition Movement for West Papua (ULMWP) telah mengajukan aplikasi keanggotaan West Papua ke Melanesia Spearhead Group (MSG). Dalam jadwal MSG, pertemuan pimpinan Negara-negara di kawasan Melanesia itu dilakukan pada bulan juni, namun desakan Pacific Freedom Forum dan Pacific Island Forum mengatakan pertemuan MSG harus dipercepat karena perubahan iklim di kawasan Pacifik, maka pertemuan MSG dan keputusan keanggotaan West Papua akan dibahas pada pertengahan Mei bulan ini.

Di Tanah Air West Papua, pembungkaman ruang demokrasi semakin menjadi-jadi, militer menjadi ujung tombak Negara dalam menghalau gerakan Kemerdekaan Rakyat Papua melalui jalur damai, pembungkaman akses jurnalis asing ke Papua pun menjadi satu aksi pembungkaman situasi rakyat yang semakin menderita.Ketegangan kini meluas dengan pembungkaman gerakan Aliansi Mahasiswa Papua di wilayah Jawa dan Bali.


Sekilas Tentang PAPUA

Papua Barat merupakan wilayah yang didiami oleh ±250 suku yang secara garis besar terbagi dalam 7 wilayah adat, yaitu; Domberai, Bomberai, Saireri, Mee Pago, La Pago, Mamta, dan Ha Anim. Dikelompokkan ke dalam 7 wilayah adat atas dasar kemiripan budaya dan adat istiadat.Secara topografi pulau Papua dianalogikan sebagai pulau yang berbentuk burung. Papua Barat berada di antara 
Kehidupan Orang Papua Barat, khususnya di bidang politik. Dalam buku Yorris TH Raweyai yang bertajuk Mengapa Papua Ingin Merdeka, dituliskan bahwa Orang Papua telah hidup sejak 10 juta tahun yang lalu, hidup dan berpolitik sejak era Pleistocene.

Dalam kehidupan berpolitik, ditinjau dari makna politik yaitu aspek yang sering berbicara tentang kepemerintahan, pengorganisiran, kekuasaan, dan ketatanegaraan.Orang Papua telah mengenal atau telah melakukan kehidupan berpolitik sejak berabad-abad yang lalu.Hal ini dikarenakan terdapat struktur kepemerintahan klasik kesukuan, kepala suku sebagai pemimpin.

Hal tesebut dibenarkan oleh adanya makna politik yang dikemukakan Carl J. Friedrich yang mengemukakan politik sebagai kumpulan manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut dan mempertahankan penguasa terhadap pemerintahan berdasarkan penguasa itu.Indra Bastian, 2007.Akuntansi untuk LSM dan Partai Politik.


Sekilas Sejarah Persiapan dan Kemerdekaan Papua Barat


Atas pembentukan Dewan Nieuw Guinea (Nieuw Guinea Raad) beberapa agenda dilakukan demi tercapainya kemerdekaan Papua secara hukum dan politik. Pada tanggal 16 Maret 1961 Pemilihan Umum untuk memilih anggota Nieuw Guinea Raad di Holandia (kini Jayapura) sebagai langkah awal realisasi rencana 10 tahun Papuanisasi didorong oleh isu internasional tentang demokrasi bagi seluruh umat manusia. (Alua, hal: 38).

Tanggal 1 April 1961 terbentuknya (diresmikan) Nieuw Guinea Raad di Holandia. Jumlah anggota Dewan terdiri dari 21 orang di antaranya 10 Orang Papua (Djopari:34-35). Bulan September tahun 1961 Menteri Luar Negeri Belanda Dr. Joseph Luns mengajukan pemecahan masalah Nieuw Guinea Raad pada PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk sidang umum PBB tangggal 28 November 1961 (Djopari:35).

Tanggal 19 Oktober 1961 pada masa GubernurPlatteel dibentuk suatu badan yang disebut Komite Nasional Papua (KNP) karena desakan Belanda sebab ketegangan antara Belanda dan Indonesia semakin meningkat. KNP diketuai oleh Mr. De Rijke (Seorang Indo Belanda).Komite Nasional Papua (KNP) beranggotakan 80 orang. (Alua, hal:40). Kemudian pada tanggal 19 Oktober 1961 dilakukan Kongres Nasional di Gedung Nieuw Guinea Raad di kota Holandia (kini Gedung Kesenian di Kota Jayapura) guna menentukan Atribut Negara.

Berlandaskan hasrat dan keinginan bangsa Papua akan kemerdekaan maka dengan perantaraan Komite Nasional Papua dan Badan Perwakilan Rakyat Nieuw Guinea Raad mendorong Govermen Nerderlan Nieuw Guinea dan Pemerintah Nederlands supaya memulai 1 November 1961: Pertama; Bendera Kami dikibarkan di samping Bendera Nederlands. Kedua; Nyanyian Kebangsaan Kita (Kami) “Hai Tanahku Papua” dinyanyikan atau dilagukan di samnping Wilhelmus.Ketiga; Nama tanah kami menjadi Papua Barat.Keempat; Nama Bangsa Kami menjadi Papua.

Keputusan tentang pengibaran pada tanggal 1 November 1961 tidak terlaksana karena belum ada persetujuan dari pemerintah Belanda kerena belum tiba hari yang diharapkan. Akhirnya dilaksanakan pada tanggal 1 Desember 1961 di Holandia (kini Jayapura) tepatnya di jalan Irian, di halaman Gedung Kesenian Irian Jaya yang pada waktu itu adalah Gedung Nieuw Guinea Raad. Hari itu dilakukan pengibaran Bendera Papua Barat (West Papua) berdampingan dengan Bendera Pemerintah Belanda dan dinyanyikan lagu kedua Negara Merdeka (Belanda dan Papua Barat).

Pada tanggal 1 Desember 1961 tidak dibacakan teks proklamasi kemerdekaan Papua Barat, dengan alasan teks proklamasi akan dibacakan pada saat definitive (de jure) pada akhir tahun 1970 atau 1971 ketika pemerintah Kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan sepenuhnya kepada Bangsa Papua Barat (West Papua).


1.      Pencaplokan Papua Barat.

Di lain pihak, di Yogyakarta, mendengan Belanda telah membentuk Negara Papua Barat, Ir. Soekarno mengumandangkan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang berisi; (1) Gagalkan Pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda, (2) Kibarkan Sang Merah Putih di seluruh wilayah tanah Irian Barat, (3) Bersiap untuk Mobilisasi umum.

Bendera Bintang Kejora berkibar sampai kedatangan UNTEA, 1 Oktober 1962. (Mubes PDP, 2002). Hal ini menunjukan bahwa satu tahun sebelum Belanda menyerahkan kepada UNTEA, dan seterusnya diserahkan kepada pemerintah Indonesia di tahun kedua untuk melaksanakan proses PEPERA, Papua pernah menjadi sebuah Negara Merdeka dan berdaulat.(Narasi Okto Pogau, Hal:6)
.
Pada tanggal 30 Desember 1962 tibalah Panglima Angkatan Perang Indonesia, Mayjen Achmad Yani, dengan dengan rombongan kecil di Hollandia. Ia dating ke sana sebagai tamu Abdoh hadir pada pengibaran bendera Indonesia pada tanggal 30 Desember 1962. (P.J Drooglever, Hal: 630). Yang kemudian disusul pendaratan militer ke wilayah Merauke dalam waktu yang sama.

Akhirnya dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaron, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Baratayuda. Lewat Laut adalah Operasi Show of Force, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-Lumba.Seedangkan pada Fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus).Melalui operasi wilayah Papua Barat diduduki, dan dicurigai banyak orang Papua yang telah dibantai pada waktu itu. (AMP, Hal: 22).

Hal ini tentunya diluar kesepakatan Perjanjian New York, bahwa penyerahan Papua Barat dari UNTEA ke Indonesia guna mempersiakan Ach of Free Choice (referendum) baru akan diserahkan 1 Mei 1963.



2.      Proses Ilegal PEPERA

Penentuan Pendapat Rakyat (RAKYAT) bagi orang Papua merupakan ilegal dalam proses Indonesia yang terus keras kepala untuk menguasai dan meng-Indonesaikan Papua. Bagi pemerintah Indonesia PEPERA merupakan hasil akhir atau final.

Penandatanganan New York Agreement (Perjanjian New York) antara Indonesia dan Belanda yang disaksikan oleh Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), U Thant dan Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Ellsworht Bunker pada tanggal 15 Agustus 1962. (AMP, Hal:36)

Pelaksanaan PEPERA tidak dilakukan dengan pasal-pasal dan norma-norma sesuai hokum internasional. Terdapat beberapa kejanggalan dalam proses hingga praktik Pepera dilakukan; (1) New York Agreement tahun 1962 tidak sah, karena melibatkan Orang Papua sebagai pemilik hak ulayat dan sebagai Negara yang telah merdeka 1 Desember 1961, (2) UNTEA sebagai pihak netral, sepihak menyerahkan wilayah Papua ke Indonesia, yang selanjutnya pemerintah Indonesia melalui militernya mengintimidasi hak politik rakyat Papua, (3) Aturan One Man One Vote (Satu Orang Satu Suara) tidak dilaksanakan. Indonesia menyelenggarakan PEPERA dengan sistem musyawara, dengan 1025 orang yang sebelumnya telah dikarantina menjadi perwakilan 800.000 masyarakat Papua dan hanya 175 orang saja yang menyampaikan atau membacakan teks manipulative yang telah disediakan Indonesia, (4) Teror, intimidasi dan pembunuhan oleh militer Indonesia dan penaandatanganan kontrak PT Freeport 1967, 2 tahun sebelum PEPERA digelar.


3.      Papua Barat dalam Bingkai Indonesia

Setelah lengsernya Ir. Soekarno akibat tragedi G30S, tahun 1965 Papua dijadikan Daerah Operasi Militer oleh Negara Republik Indonesia  sampai pada tahun 1999 ketika Indonesia memasuki era baru, era reformasi.

Tanggal 21 November 2001 Indonesia memberikan Otonomi Khusus kepada Papua yang diatur dalam UU No. 21 Tahun 2001, untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan pembangunan, ekonomi dan peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, serta pengakuan dan atas hak hidup, hak intelektual, hak kesejahteraan, hak politik, hak kultur, hak perempuan, hak ulayat, dan hak kebebasan.

Otonomi Khusus diberikan atas pertemuan pada tanggal 26 Februari 1999, tim 100 di bawah pimpinan Tom Beanal melakukan dialog dengan presiden Indonesia B.J. Habibi secara terbuka. Dalam dialog dibahas mengenai; (1) persoalan integrasi politik Papua, (2) masalah pelanggaran HAM selama 40 tahun, (3) masalah pembangunan di segala bidang.Berdasarkan 3 persoalan yang dibahas secara terbuka Tim 100 menyampaikan aspirasi untuk menentukan nasib sendiri (Papua Merdeka).

Di bawah payung Otonomi Khusus, terdapat beberapa produk-produk politik yang secara sepihak diberikan pemerintah pusat Indonesia kepada Papua di antaranya; Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), Pemekaran Daerah Otonomi Baru, dan Wacana Otonomi Khusus Plus.



Penulis:Sekjen (AMP) Komite Kota Jakarta Frans Nawipa



0 komentar:

Posting Komentar