Jumat, 29 Mei 2015

Menanti Janji Presiden Jokowi Untuk Tuntaskan Pelanggaran HAM

Ada dua cara yang  dapat dikalukan oleh Presiden Jokowi menerbitkan Perpres pembentukan Komite Rekonsiliasi dan mempercepat pembahasan RUU KKR.


Foto: Presiden RI, Jokowidodo
Jakarta, SUARA KAIDO, Nasib penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu belum jelas."Jokowi berikan banyak harapan saat itu (kampanye).

"Saat Natal, Jokowi datang pada tanggal 24 Desember 2014. Dia bilang cepat selesaikan masalah Paniai. Tapi sampai kunjungannya beberapa minggu lalu, masalah Papua tidak selesai. malah yang terjadi Jokowi seakan diam dan tidak memberikan  jawaban terhadap maraknya kasus pelanggaran HAM.

bukan saja kasus Paniai Tetapi  kasus Wasior dan  Wamena. Jokowi sempat mengatakan bahwa akan menyelesaikan kasus Wamena berdarah 2003 dan Wasior berdarah 2003 untuk disidangkan di peradilan Hak Asasi Manusia.

Tetapi nampaknya semua hanya kata-kata manis belaka dari Presiden yang tidak komitmen dengan janjinya sendiri.

Mantan Komisoner Komnas HAM, Zumrotin K Susilo menambahkan sedianya kasus pelanggaran HAM masa lalu dapat diselesaikan sepanjang adanya kemauan dari negara. Kejaksaan Agung sebagai lembaga negara dinilai tidak melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih mendalam.


Wakil Koordinator Kontras, Krisbiantoro mengatakan penanganan kasus pelanggaran HAM masa lalu masih berkutat di persoalan teknis. Kejaksaan Agung selalu menyatakan berkas belum lengkap, sedangkan Komnas HAM menyatakan sebaliknya.
Menurut Kris, korban pelanggaran HAM masa lalu sebenarnya sangat berharap pada pemerintahan Jokowi. Beragam janji Jokowi menuntaskan kasus pelanggaran HAM menjadi angin segar bagi keluarga korban. Mulai pembentukan komite rekonsiliasi hingga RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

Sayangnya, kata Kris, RUU KKR versi pemerintah terdapat banyak kelemahan. “Rekonsiliasi yang mau Jokowi ini adu balap dengan RUU KKR yang belum kunjung dibahas DPR dan pemerintah. RUU ini banyak kelemahan,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Gedung DPR, Jumat (29/5).

Perwakilan dari Keluarga Korban Trisakti, Maria Catarina Sumarsih berpendapat negara tidak memiliki kemauan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Padahal sudah terdapat UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Ironisnya, meskipun DPR telah menerbitkan rekomendasi, pemerintahan mulai era Presiden Megawati Sukarnoputri hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak juga membentuk pengadilan HAM. “Harapan kami seperti tertutup,” imbuhnya.

Kendala besar
Anggota Komisi III Nasir Djamil berpandangan persoalan HAM sama halnya jantung negara demokrasi yang perlu dijaga. Ketika negara mengabaikan persoalan HAM, sama halnya denyut nadi negara yang kian tercabik. Nasir mengakui dalam penanganan kasus pelanggaran HAM negara acapkali tidak ada keseriusan. Hal yang sama juga di alami DPR. Menurutnya, DPR seolah mengalami kendala besar dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM.

“Memang ada kendala besar di DPR dalam menyelesaikan pelanggaran HAM. Soal ditindaklanjuti, itu urusan pemerintah. Jadi tidak ada upaya sungguh-sungguh DPR,” ujarnya.

Sepanjang menjadi anggota DPR dua periode, rapat komisi III dengan pihak pemerintah kerapkali tidak dihadiri oleh anggota dewan. Kurangnya perhatian anggota dewan terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM menjadi keprihatinan Nasir Djamil.
“Saya juga heran, kenapa rekomendasi DPR tidak dikejar pemerintah. Ini rekomendasi kelembagaan. Selama lembaga ini ada, ya rekomendasi ini masih berlaku,” katanya.

Nasir menegaskan ketidaksetujuannya penyelesaiann kasus pelanggaran HAM diselesaikan melalui komite rekonsiliasi. Pasalnya persoalan pelanggaran HAM tak selesai hanya meminta dan memberikan maaf. Tetapi mesti diproses melalui hukum yang berlaku.
“Kalau itu semua diselesaikan dengan KKR, saya tidak sependapat karena kita ada UU Pengadilan ham. UU itu jawaban negara. Jadi sudah ada instrumen yudisial,” imbuhnya.

Politisi PKS itu lebih jauh berpandangan negara belum  mampu merealisasikan hak korban dan keluarga korban kasus pelanggaran HAM masa lalu. Ia berjanji akan mempertanyakan keseriusan pemerintah melalui Kejaksaan Agung dalam rapat komisi. Ia menilai ketika Presiden Jokowi muncul dengan nawacitanya, terdapat harapan baru bagi mereka korban dan keluarga kasus pelanggaran HAM masa lalu. “Ketika Jokowi punya keinginan, maka harus ditegaskan,” imbuhnya.

Komisioner Komnas HAM Nur Khoiron berpandangan kendala yang muncul mesti dapat diatasi. Terkait dengan komite rekonsiliasi, Presiden Jokowi mestinya dapat menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres). Selain itu, RUU KKR yang masuk Prolegnas 2015 diharapkan segera diserahkan ke DPR agar dapat dilakukan pembahasan. Pasalnya informasi yang diterima Nur Khoiron, draf RUU KKR sudah 80 persen. “Jadi dua kemungkinan, apakag akan mendorong Prolegnas, atau ke istana,” pungkasnya. ( Marthen Yeimo/ SK)

0 komentar:

Posting Komentar