AMP KK Jakarta: Aksi Depan Gedung Istana Presiden, Foto: M.Y/ SK |
Jakarta, SUARA KAIDO – Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Jakarta ( AMP KK Jakarta ), pada hari senin 06 juli 2014 kembali melakukan aksi turun jalan secara damai. Aksi turun jalan ini untuk menuntut kasus kejahatan akhir-akhir ini yang semakin marak terjadi ditanah Papua.
Dalam orasinya didepan istana Presiden Jakarta, ketua AMP KK
Jakarta Frans Nawipa menuntut Presiden
Jokowi segera menyelesaikan berbagai kasus kejahatan ditanah Papua. Sebab sejak
pencaplokan bangsa Papua pada 1 Mei 1963 kedalam NKRI, kasus kekerasan terhadap
orang Papua terus meningkat dan Negara tidak pernah menyelesaikan kasus
tersebut.
Pada tanggal 6 juli 1998 kasus biak berdarah, pada kasus ini
tercatat 230 orang menjadi korban kekerasan militer. Bukan hanya itu saja,
seperti kasus wasior pun penegak hukum seakan hanya duduk manis sambil
berpangku tangan. Tanpa mempedulikan nasib kemanusiaan orang Papua.
Belum terlepas dari semua kasus –kasus yang ada pada tahun
lalu tepatnya tanggal 8 Desember 2014 kita dikagetkan lagi dengan kasus Paniai
berdarah. Jelas pelakunya TNI/ Polri tetapi anehnya mereka saling melempar
kesalahan. Hingga saat ini semua terus dibungkam oleh pihak TNI/Polri yang
tidak bermoral. Belum habis luka derita orang Papua baru-baru ini muncul lagi
kerasan aparat militer di Ugapuga Kabupaten Dogiyai. Dengan adanya rentetan
kasus ini jelas Negara ini bertujuan untuk menghabiskan orang Papua.
Dalam tuntutannya AMP KK Jakarta menuntut:
- Buka ruang demokrasi seluas-luasnya, berikan kekerasan dan hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua sebagai solusi demokratis
- Tarik militer (TNI/Polri ) organic dan non-organik dari seluruh tanah Papua sebagai syarat damai.
- Tutup Freeport, BP (LNG Tanggu ) dan MNC lainnya yang merupakan dalang kejahatan di atas tanah Papua.
Lebih lanjut, nawipa menegaskan bahwa Negara Republik
Indonesia harus mengakui kemerdekaan bangsa Papua. Hal ini sebab bangsa Papua
telah merdeka pada tanggal 1 Desember 1962. Sebab itu untuk menyelesaikan semua
permasalah di Papua adalah Referemdum ( penentuan Nasib sendiri bagi orang Papua
), tutupnya. ( Marthen Yeimo /SK )
0 komentar:
Posting Komentar