Oleh: MARTHEN YEIMO.SH
SUARAKAIDO, Peran media masa digital diera ini
sangat berpengaru besar di bursa pilkada tahun 2017 mendatang. Manuel Castells dalam bukunya yang fenomenal
Information Age: Economy, Society, and Culture (2009) menyebutkan perkembangan
teknologi menyebabkan tumbuhnya model komunikasi radikal yang memungkinkan
lahirnya mass self-communication, yang juga berarti menumbuhkan otonomi subjek
komunikasi, hal ini tentunya dapat menyebabkan pola pikir masyarakat mudah
berubah.
Castells juga menyebut masyarakat jaringan merupakan suatu struktur
sosial masyarakat pada awal abad ke-21, yang terbentuk oleh komunikasi berbagai
jaringan digital. Saya menyebut masyarakat ini sebagai manusia digital, yakni
mereka telah mengalihkan fungsi cetak dan sebagainya ke bentuk digital dengan
gadgetnya untuk akses Twitter, Facebook, Instagram, dan Path.
Sebuah kasus yang menghebokan saat ini adalah gubernur DKI jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang
sering di sapa Ahok. Kasus yang dianggap melakukan penistaan agama oleh
kelompok FBI. Kasus ini terjadi beberapa bulan yang lalau tetapi kemudian
diangkat pada sekarang menjelang pilkada.
Oleh sebab itu media mempunyai peranan yang sangat penting dan digunakan
sebagai alat untuk mengkriminalisasikan orang.
Cara-cara seperti yang sering digunakan oleh
pelaku politik untuk memenangkan panggung politik. Sarana yang digunakan yakni melalui
komunikasi digital, startegi yang digunakan teknik kampanye. Bagi politisi, kampanye, meminjam konsep
Sweeney (1996), seperti sebuah perjalanan, yang dimulai dari satu titik, dan
berakhir pada titik yang lain. Untuk sampai pada tujuan yang diinginkan
maka seseorang harus mempunyai peta politik.
Biasanya Teknik kampanye telah di-upgrade sesuai kebutuhan era digital.
Poster, baliho, kampanye akbar di lapangan kemudian oleh para marketing politik
dikonversi dengan sosial media seperti Twitter, Facebook, dan Youtube
yang digunakan sebagai alat. Misalnya saja Kemenangan Barack Obama tahun 2008
menjadi inspirasi yang digandrungi. Meski kampanye di media sosial bisa disebut
sebagai the education voter, tetapi karena tidak terkontrol dengan baik,
akhirnya jadi ajang 'pembusukan' terhadap lawan politik.
0 komentar:
Posting Komentar